Anjani Mutiara dan Adnan, Kalian tidak sendiri

By Rani Oktapiyonita - January 04, 2020

Karamnya perahu cinta Jani dan Adnan bukan satu-satunya perahu cinta yang karam setelah sekian purnama berlayar. Setelah berjuang mengarungi badai. Setelah mengalami layar yang robek dan menjahitnya lagi dan lagi agar pelayaran sampai ke pulau tujuan. 



Karamnya perahu cinta Jani dan Adnan bukan satu-satunya kisah cinta yang pada akhirnya menimbulkan luka menganga bagi salah satu dari mereka, pasangan yang berjuang dari nol. Berjuang bersama, melalui suka duka berdua, bertahan dalam kisah yang berliku sekian tahun lamanya. Namun kandas karena pada akhirnya diantara mereka ada yang memilih menyerah.

Aku pun pernah mengalaminya.

Tapi bukan pada posisi Jani yang ditinggal pergi saat sayang-sayangnya. Untungnya aku berada pada posisi Adnan, yang memilih pergi dan menyerah pada perahu layar usang yang hampir rapuh setelah lebih dari 5 tahun berlayar. 

Bagaimana rasanya?

Sangat lega. Saat kita rasanya telah lelah dengan pelayaran yang tidak tahu kapan berlabuhnya. Meski memiliki tujuan yang sama, tapi gamang dengan arah. Saat kita merasa perjalanan terlalu berat, badai datang silih berganti. Kadang layar yang robek dijahit berdua, kadang rasanya hanya saya sendiri yang tampaknya bersikeras agar layar perahu itu tetap terkembang. Letih.

Akhirnya saya memilih pindah ke perahu lain. Perahu baru. Perahu yang lebih indah. Walau entah di dalamnya bagus atau tidak. Kokoh atau tidak. Tapi bagi saya, berpindah perahu sepertinya lebih baik daripada tetap bertahan pada pelayaran yang di sana tidak ada lagi kenyamanan. Tidak lagi ada kedamaian. Pelayaran yang indah di awal, namun penuh sesal di akhir. 

Saya pernah merasakan berada di posisi Adnan, di posisi menyerah pada hubungan yang telah dijalani lama. Tapi saya lebih tegas daripada dia. Saya dengan terang mengatakan saya tidak lagi sanggup. Saya dengan jelas mengungkapkan bahwa saya tidak lagi ingin meneruskan perjalanan. Saya lelah. 

Walau pasangan saya memilih bertahan, saya tetap pada pendirian saya. Saya berlalu, bahkan berlari saat ia berusaha mengejar. Saya pergi, berusaha menghilang. 

Meski sangat iba.

Ya, berada di posisi Jani sungguh sakit. Berada di posisi banyak berkorban untuk orang yang disayang, namun disia-siakan. Berjuang penuh untuk sebuah hubungan, ternyata ditinggalkan. 

Meski saya tidak pernah merasakan apa yang Jani rasakan, saya cukup mengerti bagaimana terpuruknya Jani. Karena saya pernah membuat orang lain berada di posisi Jani itu.

Dia tidak terima. Dia marah. Namun di sisi lain ia tidak mau kehilangan. Ia telah begitu berkorban. Terlalu banyak kenangan terukir, dan baginya terlalu indah untuk berakhir. 

Bertahun-tahun ia menahan luka. Menahan sakit yang tak kunjung hilang. Bertahan dengan cinta dan bayang-bayang kenang-kenangan yang tak mau berlalu dari ingatan. Meski orang yang diimpikan telah pergi, bahkan beberapa kali berganti pasangan. Ia tetap sendiri dan berharap agar si mantan suatu saat kembali pulang. 

Untungnya Jani ditinggal nikah. Sakit yang ia rasakan, mau tak mau harus diobati dengan keikhlasan. Bagaimanapun, Adnan telah berada dalam ikatan pernikahan yang lebih kuat dari sekedar pacaran. 

Tidak hanya saya, teman saya juga banyak yang mengalami kisah pilu seperti yang Jani dan Adnan lewati. Bahkan banyak juga di luar sana yang kisahnya berakhir sama. 

Anjani Mutiara dan Adnan, kalian tidak sendiri. Banyak kisah lara kandasnya hubungan yang telah dijalin lama. Karamnya perahu cinta yang jatuh bangun dalam pelayaran. Namun pada akhirnya, kembali kepada suratan masing-masing. 

Telah ada garis jodoh setiap insan. Akan tiba masanya orang yang tepat datang disaat yang tepat pula. Luka akan jadi cerita. Kenangan jadi nostalgia. Dan perlu diingat, penghianatan akan menjadi karma. 


Artikel terkait:

  • Share:

You Might Also Like

0 Comments