Aku dan Ulang Tahun

By Rani Oktapiyonita - October 17, 2019



Aku terlahir dalam keluarga yang tidak peduli dengan ulang tahun. Jangankan ulang tahun, pas ada yang butuh data tanggal lahir anggota keluarga saja mesti cek Kartu Keluarga dulu. 

Maka tidak heran jika tidak pernah ada perayaan ulang tahun dalam keluargaku. Termasuk perayaan ulang tahunku. 

Sialnya, selain terlahir dalam keluarga yang cuek masalah ulang tahun, aku juga bukan tipikal orang dengan lingkungan sosial pertemanan yang mumpuni. Setidaknya kalau bisa bergaul, jika tidak ada keluarga, ada teman-teman yang akan memberi surprise party. 

Sayangnya aku tidak memiliki teman yang solid seperti itu.

Pernah ulang tahunku dirayakan. Waktu kelas lima SD. Itupun cuma lempar-lemparan telur beberapa butir bersama lima orang teman. Kemudian aku disiram air yang sudah diberi bilau (serbuk pemutih baju zaman old, tapi warnanya biru).

Jadilah aku pulang basah-basahan, bau amis, tanpa kado dan kue tart. Tapi bahagia. Karena bisa ulang tahun kayak orang-orang, bareng teman-teman dikerjain rame-rame.

Setelah kejadian receh itu, tidak ada lagi ulang tahun-ulang tahunan. Hingga kemudian masuk kuliah. 

Saat kuliah aku ngekost. Dan teman kos ini begitu solid. Tidak hanya teman sekamar tapi juga berasa sodara. Mereka tahu hari ulang tahunku, padahal orang tua sendiri dan adek kakakku pada tidak ingat. Solid kan, mereka?. Walau tahunya juga dari facebook, tapi jadilah. Daripada zonk!.

Teman-teman sekamar ini merayakan ulang tahunku dengan cara yang membuatku haru. Mereka patungan, lalu membeli kue bolu yang bulat dan bolong tengahnya. Bolu jadul yang biasa dibawa menantu ke tempat mertua pas lebaran di tempatku. 

Bolu itu kemudian diberi lilin. Saat aku mau masuk kamar, lampu dimatikan, jadi pas pintu sudah dibuka, disambit, eh disambut dengan cahaya lilin berbentuk lingkaran mengikuti bentuk kue. Rame. 

Tentu saja bagi aku yang terakhir punya sahabat akrab kelas dua SMP, perhatian dan kejutan dari teman seperti itu sangat luar biasa membahagiakannya. Sangat luar biasa istimewa. Makanya sampai empat tahun bersama kami begitu menyatu jiwa raga. Meski setelah tamat kuliah pada misah-misah. Miss you, Zeyeng-zeyeng akooohhh!.

Setelah wisuda, aku tidak lagi berkumpul bersama teman kos. Aku kenal dengan orang-orang yang memberiku pekerjaan, sehingga aku bisa wisuda dengan biaya sendiri. Mereka bapak, tante dan abang yang baik, menganggapku sebagai anak dan adek sendiri. Terimakasih, kalian (salim cium tangan).

Kebetulan masuk bulan kedua bekerja, aku ulang tahun. Merekapun merayakan dengan memesan kue tart ulang tahun pertama dalam seumur hidupku. Serta diadakan perayaan kecil-kecilan di sebuah kafe yang juga momen ini first time in forever. Saat itu saya juga diberi kado, sebuah jilbab segi empat dan sebuah cincin. How sweet!.

Bulan berlalu. Akhirnya setahun kemudian diulang tahun berikutnya, ulang tahunku masih dirayakan oleh mereka teman kerja. Cuma lebih rame, tidak hanya tante dan abang, tapi juga ada tante lain, abang lain, dan kakak. Minus Bapak, tapi. Bapak sudah keluar dan didepak dari kerjaan. Kamipun sejak kepergiannya tidak lagi pernah kontak dengannya. Titip rindu buat bapak. 

Ulang tahun kali ini, selain lebih rame, juga ada kado dari kakak. Katanya itu kado ulang tahun sekaligus kado pernikahan. Ya, aku menikah dua bulan sebelum ulang tahun ke-25. 

Kado kedua datang dari abang. Sebelumnya kadonya berupa cincin, sekarang beda. Kadonya berupa kesempatan belanja dengan budget 1 juta rupiah. Uwuw!. Enak banget ya, punya abang-abangan kayak gitu?. Ya iyalah, abang-abangan rasa suami gitu loh. Padahal memang suami sendiri, wkwkwk!.

Ulang tahun berikutnya, tahun kemaren, ulang tahun paling spesial. Abang-abangan rasa suami, yang ternyata memang suami sendiri, memberi kejutan. Suami yang cuek, super cuek, yang awalnya kayak santai saja menghadapi hari ulang tahun bininya, malamnya datang-datang bawa kue. 

Padahal bininya ini nyangkanya dia tidak peduli sama ulang tahun-ulang tahunan. Kekanakan banget, ya kan?. Eh, ternyata doi sukses membuat bininya ini kaget, haru dan meneteskan air mata.

Ulang tahun kali inipun jadi semakin spesial karena pas tiup lilin, ada si kecil di pangkuan. I love you, sayang. Kado terindah dalam hidup mama dan papa.

Nah, ulang tahun di tahun ini, which is hari ini, belum terjadi apa-apa. Cuma kemaren malam si suami sudah bilang "Duit belum keluar. Padahal abang sudah bilang ke mereka, "bini gue ulang tahun, gue mau beli kado, beli kue, masak duit masih belum keluar juga?" kan enggak asyik ulang tahun enggak ada duit." Dia mengomel dengan lucu yang membuatku tertawa.

Suami memang kemaren sempat dapat tender, gitu. Tapi barang sudah siap, uangnya belum dilunasi. Mungkin karena itu dia sedikit terlihat resah, duit tidak ada disaat bini ulang tahun.

Lebih dari itu, sempat ada dialog yang membuat mataku berkaca-kaca. Dia bilang gini, "Tadi pas abang tiduran, hape abang bunyi. Abang heran, sejak kapan hape itu ada nadanya. Kan emang biasanya pengaturannya getar doang. Pas abang lihat, eh ternyata reminder. Di sana tertulis "hari ulang tahun istriku"."

Aku langsung terenyuh. Seorang dia, yang cuek dan selengek-an, ternyata bisa membuat reminder supaya tidak lupa ulang tahun istrinya. Supaya dia tidak dimarahi dan bininya ngambek karena hari pertambahan usia, hari bertambah tuanya dilupakan. Walau aku sebenarnya tidak sebegitunya.

Tapi momen curhatnya itu sukses membuatku terhura, eh, terharu. Emang, kalau suami cuek pas sekalinya manis, itu berasa mendapat keajaiban, berasa menemukan mata air di gurun Sahara. Adem, Guys!.

Dan semalam, saat jarum pendek jam tepat di angka 12 dan jarum panjangnya di angka 1, sebuah kecupan mendarat mulus di kening. Menyejukkan, lebih sejuk dari mata air di gurun Sahara. Terimakasih suamiku, I Love You to the moon and back 3000 times.











  • Share:

You Might Also Like

0 Comments