Bayi Baru Lahir Kuning

By Rani Oktapiyonita - October 15, 2019

Bayi baru lahir rentan kuning. Namun itu normal kok. Bayi saya dulu juga begitu. 

Setelah dua hari pulang dari rumah bu bidan, si bayi kulitnya kuning. Area putih matanya juga kuning. Kuningnya lumayan pekat dan membuat saya cemas. 

Namun mama bilang itu biasa. Dulu ponakan saya yang lahir dua bulan lebih dulu dari bayi saya juga kuning. Nanti seiring waktu bakal hilang sendiri kok kuning pada bayi baru lahir itu. Dan kata-kata mama seperti itu cukup membuat saya tenang.

Mama juga bilang, bayi baru lahir kuning itu harus dijemur pagi-pagi. Dan juga harus banyak minum ASI supaya kuningnya cepat hilang. Ok, laksanakan!. 

Jadilah sejak saat itu saya terpaksa bangun pagi-pagi. Kalaupun tidak bangun, mama akan bangunkan untuk menyuruh jemur bayi baru lahir kuning itu. 

Sebulan berlalu, tapi bayi saya masih kuning meski dijemur. Mungkin karena jemurnya tidak rutin. Awalnya sih rajin, tapi kemudian ogah-ogahan. Takut bayinya hitam atau juga faktor cuaca yang sedang musim hujan. 

Waktu itu rasanya cemas. Perasaan dulu ponakan saya pas bayi baru lahir kuning, kuningnya cuma semingguan. Habis itu hilang. Tapi bayiku kok kuningnya betahan?.

Aku coba cari-cari info terkait bayi baru lahir kuning. Aku cari bacaan di google, baik itu dari konsultasi dokter online maupun sharing pengalaman dari mama-mama senior. 

Dari sana aku tahu kalau bayi baru lahir kuning itu bisa berbahaya jika kuningnya lama tidak kunjung hilang. Hal itu bisa mempengaruhi saraf pusatnya dan bisa juga indikasi masalah pada hatinya. Saya langsung khawatir, takut si bayi kenapa-kenapa. 

Namun ada juga informasi bahwa ada kondisi bayi baru lahir kuning yang kuningnya lama, tapi itu normal. Salah satunya adalah bayi yang terlahir BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah). Karena memang fungsi hatinya belum bekeja sempurna. Saya meyakini ini karena bayi saya terlahir sebagai BBLR. Fatimahpun jadi sedikit lebih tenang.

Hingga habis bulan kedua sejak kelahiran, kuning pada bayi saya masih betahan. Walau sudah tidak sepekat awal muncul dulu. Namun masih menyisakan warna butek pada kulit dan bagian putih mata bayi.


Bayi baru lahir kuning saya


Melihat penampakan bayi yang pas lahir kulitnya putih bersih, benar-benar bersih, kemudian berubah jadi putih kekuningan, butek dan terlihat dekil, membuat saya sedih. Saya merasa gagal menjadi seorang ibu. Jangankan hal lain, mempertahankan kulit putih bayi saja saya tidak mampu. Hiks.

Saat itu rasanya ingin memeriksakan si bayi ke dokter saja. Ingin membawanya berobat. Katanya kuning pada bayi bisa diukur dan disinar agar kuningnya bisa cepat hilang. Tapi tidak ada pihak keluarga yang setuju. Katanya bayi baru lahir kuning itu normal. Lagian kuningnya sudah tidak terlalu jelas, tapi hanya berupa bayangan saja.

Dalam ketidakberdayaan melawan opini publik, akhirnya saya hanya bisa pasrah. Saya akan tunggu sampai kapan kuning pada bayi saya menetap. Toh, pada akhirnya sesuatu yang singgah, pasti akan pergi. Ibarat mobil ngetem di terminal. 

Saat menuju bulan ketiga, akhirnya bayi baru lahir kuning saya berubah menjadi bayi baru lahir yang manis. Kuningnya memudar sempurna dan yang tersisa hanya kulit bersih putih. Bening, Masya Allah. 

Semua memujinya, mengaguminya. Bye bye kulit butek dekil. Yang bahagia tentu mamanya karena orang-orang akan bilang kulitnya turunan mamanya. Mereka tidak tahu aja kalau dulu mama kulitnya gelap. Sejak sering pingitan di kamar baru jadi rada putihan.

Yang kasihan tentu saja papanya. Selalu saja ada komentar mempertanyakan perbedaan kulit suami saya itu dengan bayi kami. Tidak jarang mereka memperbandingkan. Atau malah sengaja mengolok dengan bilang, "untung kulitnya bukan turunan papanya (wkwkwk)." Sabar ya, suamiku.

Dan kalau sudah begini, paling suami cuma bisa membela diri dengan bilang, "asal kalian tahu, ya. Gue dulu waktu bayi juga putih. Cuma karena sering kena matahari aja pas udah gede, makanya kulit gue jadi gelap." 

Mendengar pembelaan ini tentu saja mereka yang mendengar makin menertawakan. Walau saya sendiri percaya suami, karena dia kulitnya belang. Bagian yang tertutup baju jauh lebih bersih daripada yang tidak tertutup baju. Tapi yang mengerti itu hanya saya. Teman-teman suami tetap menjadikan kontrasnya warna kulitnya dengan bayi kami sebagai ledekan. Hihi.

Tapi, ya, terlepas dari kulit bayi kami yang jadi pujian buat saya dan bully-an buat papanya, saya bersyukur bayi baru lahir kuning saya sudah tidak kuning lagi. Kecemasan selama lebih dari dua bulan tentang bahaya kuning pada bayi, kandas sudah. Yang ada hanya syukur dan syukur pada-Nya, Allah Subhaanahu Wata'ala.

Terima kasih ya Allah...



  • Share:

You Might Also Like

0 Comments